Photobucket Photobucket SELAMAT DATANG DI WWW.EKARAHAYU.TK SEMOGA BERMANFAAT BAGI SEMUANYA BACA JUGA BLOG SAYA YANG LAIN KLIK DISINI

Apa Yang Anda Cari Ada Disini

Loading

Selasa, 29 Maret 2011

Program Pengembangan Buku KIA di Puskesmas

PROGRAM PEGEMBANGAN BUKU KIA DI PUSKESMAS

Pembangunan kesehatan dengan meningkatkan mutu serta kemudahan pelayanan yang terjangkau diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Indikator derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat ditandai dengan menurunnya angka kematian ibu, kematian bayi dan panjangnya umur harapan hidup. Sampai saat ini, kematian ibu masih merupakan masalah prioritas di Indonesia. Setiap jam, dua orang ibu meninggal saat melahirkan karena berbagai penyebab. Jika seorang ibu meninggal, maka anak yang ditinggalkan mempunyai kemungkinan 3 hingga 10 kali lebih besar untuk meninggal dalam waktu 2 tahun. Di Indonesia, angka kematian ibu 50 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Angka kematian bayi di Indonesia 1,2-1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ASEAN. Menurut SDKI 2002-2003, angka kematian ibu 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi 35 per 1000 kelahiran hidup.Masalah kesehatan ibu dan anak (KIA) di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian serius.
Departemen Kesehatan bersama dengan sector terkait sudah melakukan berbagai program untuk memperbaiki keadaan tersebut diatas. Salah satu program yang sudah dilakukan adalah pengembangan dan penggunaan Buku KIA sejak tahun 1993 dengan bantuan Jepang (JICA). Buku KIA yang dikembangkan merupakan adopsi dari Jepang yang telah menggunakannya lebih dari 50 tahun dan terbukti dapat memperbaiki keadaan kesehatan ibu dan anak di negara tersebut yang kita ketahui mempunyai AKI dan AKB terendah di dunia AKI = 7,1/1000 kelahiran, AKB = 3,2/1000 data thn 2000.


1. BUKU KIA SEBAGAI PEDOMAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

Kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi optimal dalam proses pembangunan. Padahal lebih dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta orang) adalah perempuan. Tidak heran bila jumlah perempuan yang menikmati hasil pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki.
Dari data UNICEF terlihat semakin turunnya nilai Gender-related Development Index (GDI) Indonesia dari 0,651 atau peringkat ke 88 menjadi 0,664 atau peringkat ke 90. GDI mengukur angka harapan hidup, angka melek huruf, angka partisipasi murid
sekolah, dan pendapatan kotor per kapita (Gross Domestic Product/GDP) riil per kapita antara laki-laki dan perempuan.

Faktor- Faktor yang membuat kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki antara lain :
1. Pada kesempatan memperoleh pendidikan terdapat perbedaan akses dan peluang antara laki-laki dan
perempuan. Menurut Susenas 1999, jumlah perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf
(14,1%) lebih besar daripada laki-laki pada usia yang sama (6,3%).
2. Faktor lain yang lebih membuat perempuan terpuruk adalah kematian ibu. Sementara menurut WHO,
kematian ibu adalah kematian perempuan selama masa kehamilan atau dalam 42 hari setelah persalinan.
Kematian yang penyebabnya berhubungan dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau penanganannya,
bukan karena kecelakaan.

Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002 masih cukup
tinggi, yaitu 307 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan
eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC)
yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal satu kali
telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 1994, hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh
tenaga kesehatan.

3. Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih tetap rendah, di mana sebesar 54% persalinan
masih ditolong oleh dukun bayi.

4. Usia kehamilan pertama ikut berkontribusi kepada kematian ibu di Indonesia.
Data Survei Kesehatan Ibu dan Anak (SKIA) 2000 menunjukkan umur median kehamilan pertama di
Indonesia adalah 18 tahun. Sebanyak 46% perempuan mengalami kehamilan pertama di bawah usia 20
tahun, di desa lebih tinggi (51%) daripada di kota (37%).

5. SDKI 1997 melaporkan 57,4% Pasangan Usia Subur (PUS) menggunakan alat kontrasepsi dan sebanyak
9,21% PUS sebenarnya tidak ingin mempunyai anak atau menunda kehamilannya, tetapi tidak memakai
kontrasepsi (unmet need). Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 menjadi sebab utama
menurunnya daya beli PUS terhadap alat dan pelayanan kontrasepsi.

2. BUKU KESEHATAN IBU DAN ANAK ( BUKU KIA )

1. Pengertian
Buku KIA adalah alat yang sederhana, tetapi ampuh sebagai alat Informasi, Edukasi dan Komunikasi (IEC1)
dalam menyebarkan informasi penting mengenai Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) kepada keluarga. Buku KIA
sangat potensial untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku keluarga/ibu mengenai kesehatan
reproduksi dan kesehatananak. Buku KIAjuga merupakan catatan kesehatan lengkap yang disimpan
ditingkat rumah tangga, sehingga keluarga/ibu, dan petugas kesehatan, baik formal maupun non formal bisa
menggunakannya untuk memantau perkembangan intervensi pelayanan kesehatan dasar yang dirancang
untuk menjamin kesehatan, keselamatan, dan kelangsungan hidup ibu hamil dan anaknya.

2. Peran dan Fungsi Buku KIA

a. Departemen Kesehatan (Depkes), Republik Indonesia mempertimbangkan Buku KIA sebagai salah satu alat untuk menurunkan AKI2 dan AKB3 dengan menjembatani gab antara petugas kesehatan dengan masyarakat. Surat Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Buku KIA yang telah disyahkan pada tahun 2004 memberikan dasar yang kuat untuk meningkatkan fungsi Buku KIA sebagai salah satu strategi nasional dalam menurunkan AKI dan AKB melalui dana khusus dari APBN. Buku KIA juga memberikan strategi kerjasama yang lebih baik antar lembaga donor dalam hal kesehatan ibu dan anak.

b. Sebagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu hamil dan anak-anak, yang hingga saat ini masih
rendah, yang ditandai dengan masih tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia mengharuskan
jajaran Departemen Kesehatan harus bekerja keras untuk menanggulanginya. Karenanya program buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang merupakan pedoman keluarga sehat harus tetap dipertahankan.

c. Selain menjadi acuan dan sumber pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan ibu dan anak, Buku
Kesehatan Ibu Dan Anak ( KIA ) juga berfungsi sebagai buku catatan kesehatan ibu dan anak, alat monitor
kesehatan oleh petugas / tenaga kesehatan, meningkatkan komunikasi antara dokter dan pasien. Buku KIA
juga merupakan gabungan sejumlah kartu-kartu menuju sehat dan kartu ibu hamil, serta bahan informasi
kesehatan ibu dan anak sehingga lebih efisien.

Secara keseluruhan buku KIA mencakup beberapa isu strategis antara lain :
1. MPS (Making Pregnancy Safer)
2. GSI (Gerakan Sayang Ibu)
3. Kesehatan Reproduksi
4. Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi)
5. MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit)
6. Gebrak Malaria, serta Hepatitis B Uniject pada saat dilaksanakan kunjungan neonatus (1-7 hari) oleh tenaga
kesehatan.

3. Peluncuran Buku KIA
Setelah proses pengembangan awal selama sepuluh tahun, Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), akhirnya diluncurkan pada tahun 2003. Kegunaan dari buku catatan tersebut adalah memberikan informasi kesehatan dan petunjuk ibu dan keluarga. Sekaligus sebagai buku catatan permasalahan kesehatan untuk ibu dan anak. Dan petunjuk praktis untuk memonitor perkembangan fisik dan mental anak. Sebab utama tingkat kematian ibu tinggi adalah pengetahuan yang kurang tentang kesehatan ibu dan anak.

Lima juta buku KIA, telah dicetak dan dibagikan dengan bantuan Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA). Buku ini diperkenalkan sejak tahun 1994, dan telah digunakan di 140 kabupaten / kota di 24 provinsi, meskipun belum pada semua fasilitas kesehatan. Lebih dari 50.000 kader kesehatan dan 10.000 bidan dilatih mengenai buku KIA ini. Buku ini terbukti dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kaum ibu khususnya mengenai kesehatan ibu dan anak. Pemahaman ini diharapkan akan dapat menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu ( AKI ) Indonesia yang sampai saat ini masih tertinggi di Asia Tenggara.

3. PROGRAM BUKU KIA DI PUSKESMAS
Melalui Program Pengembangan dan Penerapan Buku KIA di Puskesmas kepada Ibu hamil, kader, petugas kesehatan, peran pamong, kualitas dan cakupan pelayanan antenatal, efektifitas biaya serta efisiensi penggunaan Buku KIA. Dengan harapan program ini dapat berjalan dengan baik.

Program pengadaan buku KIA pada tingkat swasta:
1. Memberikan buku kepada Bidan desa. Bidan bisa menjual tanpa mengambil untung, uangnya untuk
mencetak lagi buku KIA, sehingga program berkesinambungan.
2. Buku KIA diperkenalkan ke fasilitas kesehatan lain, seperti klinik bersalin, praktik dokter swasta, serta
rumah sakit. Sejalan dengan desentralisasi, perlu ada komitmen daerah untuk kesinambungan dan
kelangsungan penggunaan buku KIA.

Untuk memperoleh informasi tentang perkembangan penggunan Buku KIA dan kontribusinya yang meliputi pencapaian, manfaat bagi ibu, efisien biaya dan sustainabilitas dalam menunjang kesehatan ibu dan anak di wilayah kerja Puskesmas, kegiatan yang perlu dilakukan adalah :
1. Persiapan penggunaan Buku KIA dilaksanakan melalui pertemuan / informasi kepada lintas sektor, kader
dan masyarakat.
2. Buku KIA digunakan sebagai alat pantau tumbuh kembang anak dan deteksi risiko ibu hamil, meliputi semua
kompunen pemeriksaan ibu hamil.
3. Penggunaan Buku KIA mampu memberikan kontribusi yang bermakna terhadap peningkatan kesehatan ibu
hamil tentang kesehatan ibu dan anak di wilayah kerja Puskesmas. Demikian juga perbaikan pengetahuan
petugas kesehatan tentang KIA (khususnya tentang kesehatan ibu)
4. Buku KIA diharapkan mampu memberikan kntribusi terhadap peningkatan kualitas pelayanan KIA di
wilayah kerja Puskesmas.
5. Penggunaan Buku KIA bisa memberikan kontribusi terhadap cakupan dan frekuensi kunjungan ibu hamil
sesuai standar ( K1 dan K4 )
6. Peran pamong desa untuk mendukung penggunaan Buku KIA.
7. Pendistribusian Buku KIA kepada ibu hamil
8. Dari segi efektif biaya Buku lebih cost efektif bila dibandingkan dengan total harga beberapa instrumen lain
yang materinya telah tercakup dalam Buku KIA (KMS ibu, kartu deteksi tumbuh kembang, bahan-bahan
penyuluhan laninya).
9. Penggunaan Buku KIA lebih efisien untuk peningkatan kualitas pelayanan.oleh karena dapat digunakan
untuk ibu sampai anak pra sekolah serta terdapat kesinambungan pemantauan.
10. Pemberian informasi dan praktek pengisian Buku KIA secara berjenjang. Peragaan cara penguunaan Buku
KIA pada saat pemberian pelayanan.
11. Peran Kepala Puskesmas dalam penggunaan Buku KIA secara tepat.
12. Pelatihan Petugas kesehatan tentang deteksi dan stimulasi tubuh kembang anak.

Untuk mengoptimalkan penggunaan Buku KIA di Puskesmas , perlu dilakukan :
1. Penyegaran tentang cara penggunaan Buku Kia dengan cara peragaan kepada bidan secara berjenjang atau
dengan metode “peer groups demonstration”.
2. Dalam rangka peningkatan pengetahuan petugas kesehatan perlu diupayakan untuk mempelajari isi Buku
KIA dengan cara belajar bersama dipimpin oleh Kepala Puskesmas dan mempraktekan isi Buku tersebut
dengan cara on the job training. Untuk itu Kepala Puskesmas perlu diberikan orientasi tentang isi Buku KIA
dan cara on the job training tersebut.
3. Pedoman penggunaan Buku KIA perlu disempurnakan dengan menekan antara lain: bahwa bahan
penyuluhan yang ada dalam Buku KIA harus dijelaskan kepada ibu. Disamping itu perlu ditambah pedoman
pelatihan tentang pelayanan tumbuh kembang anak.
4. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, perlu di berikan penyegaran dengan mempraktekkan prosedur
pemeriksaan yang sesuai dengan standar, baik untuk antenatal maupun untuk tumbuh kembang anak.
5. Perlu dilakukan pemantauan oleh kepala puskesmas secara berkala dengan menggunakan daftar tilik,
khususnya daftar tilik kualitas pelayanan antenatal dan tumbuh kembang anak.
6. Perlu diadakan pertemuan berkala untuk membahas hasil supervisi, terutama aspek kualitas pelayanan.
7. Perlu ada standar pencatatan pembiayaan Buku KIA tingkat bidan desa/Pustu, Puskesmas, serta prosedure
pengelolan keuangannya.
8. Isi Buku KIA perlu disempurnakan untuk mengantisipasi perkembangan program kesehatan reproduksi
(antara lain penambahan komponen penyakit menular seksual, penggunaan obat tradisional dan kehnik
accupressure serta senam ibu hamil).

Dari uraian di atas terlihat bahwa dinamika perkembangan ilmu kesehatan terjadi sangat cepat. Ini memerlukan kerja keras yang terus menerus dari berbagai pihak dan perlu dipertahankan serta ditingkatkan agar Indonesia Sehat 2010 dapat terwujud. Sehubungan dengan hal tersebut wawasan dari pengambilan keputusan dan ketrampilan dari pelaksana program perlu ditingkatkan melalui berbagai kegiatan seperti studi banding atau pelatihan individual untuk perbaikan pengetahuan petugas kesehatan tentang KIA ke daerah lain yang telah berhasil menerapkan Buku KIA. Proses ini juga tidak terlepas dari beberapa faktor yang berkonstribusi, terutama karena adanya komitmen politik yang kuat dari Menteri Kesehatan dan jajarannya untuk mempromosikan buku KIA, bahkan telah disahkan menjadi program nasional oleh Depkes.



1 komentar:

Anonim mengatakan...

sebagai orangtua yang punya anak kecil kami terbantu dengan adanya buku KIA. bidan tempat lahir anak kami kehabisan buku KIA. bolehkah bidan kami pesan buku KIA sendiri di percetakan lain dengan membawa contoh yang ada?

ARTIKEL TERKAIT


Kirim Komentar Anda Disini