Photobucket Photobucket SELAMAT DATANG DI WWW.EKARAHAYU.TK SEMOGA BERMANFAAT BAGI SEMUANYA BACA JUGA BLOG SAYA YANG LAIN KLIK DISINI

Apa Yang Anda Cari Ada Disini

Loading

Jumat, 22 Mei 2009

Malnutrisi di Indonesia

UPAYA PENANGGULANGAN MALNUTRISI DI PEDESAAN

Malnutrisi adalah istilah umum untuk suatu kondisi medis yang disebabkan oleh pemberian atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi. Istilah ini seringkali lebih dikaitkan dengan keadaan undernutrition (gizi kurang) yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang kurang, penyerapan yang buruk, atau kehilangan zat gizi secara berlebihan. Namun demikian, sebenarnya istilah tersebut juga dapat mencakup keadaan overnutrition (gizi berlebih). Seseorang akan mengalami malnutrisi bila jumlah, jenis, atau kualitas yang memadai dari zat gizi yang mencakup diet yang sehat tidak dikonsumsi untuk jangka waktu tertentu yang cukup lama. Keadaan yang berlangsung lebih lama lagi dapat menyebabkan terjadinya kelaparan.
Manutrisi akibat asupan zat gizi yang kurang untuk menjaga fungsi tubuh yang sehat seringkali dikaitkan dengan kemiskinan, terutama pada negara-negara berkembang. Sebaliknya, malnutrisi akibat pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang tidak seimbang lebih sering diamati pada negara-negara maju, misalnya dikaitkan dengan angka obesitas yang meningkat. Obesitas adalah suatu keadaan di mana cadangan energi yang disimpan pada jaringan lemak sangat meningkat hingga ke mencapai tingkatan tertentu, yang terkait erat dengan gangguan kondisi kesehatan tertentu atau meningkatnya angka kematian.
Ketika berbicara mengenai gizi kurang (undernutrition), perhatian terbesar akan ditujukan pada anak, terutama balita. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut, asupan kurang yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, akan memberikan dampak terhadap proses tumbuh kembang anak dengan segala akibatnya di kemudian hari. Tidak hanya pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga perkembangan mentalnya. Satu hal yang akan berdampak pada produktivitas suatu bangsa.





Masalah malnutrisi masih ditemukan pada banyak tempat di Indonesia, dan ironisnya Indonesia mengalami kedua ekstrim permasalahan malnutrisi. Di satu sisi, daerah yang mengalami rawan pangan dan kelompok dengan kemampuan ekonomi yang kurang memadai amat rentan terhadap terjadinya malnutrisi dalam bentuk gizi kurang. Organisasi pangan dunia (FAO) mencatat pada kurun waktu 2001-2003 di Indonesia terdapat sekitar 13,8 juta penduduk yang kekurangan gizi. Sementara berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2005, angka gizi buruk dan gizi kurang adalah 28 % dari jumlah anak Indonesia.
Di sisi lain, di beberapa tempat seperti daerah perkotaan dan pada kelompok ekonomi berkecukupan, obesitas menjadi bagian dari masalah kesehatan. Sekalipun belum ada data resmi yang diungkapkan pemerintah, beragam penelitian menunjukkan angka obesitas yang cukup mencengangkan. Satu di antaranya menyebutkan hingga 4,7% atau sekitar 9,8 juta penduduk Indonesia mengalami obesitas, belum termasuk 76,7 juta penduduk (17,5%) yang mengalami kelebihan berat badan atau berpeluang mengalami obesitas. Lebih menyedihkan lagi, angka obesitas pada anak juga cukup tinggi.


    Sekalipun keadaan undernutrisi sering disebabkan oleh keadaan kekurangan pangan baik karena masalah produksi atau masalah distribusi patut dijadikan catatan bahwa tidak jarang undernutrisi, khususnya pada anak, juga terjadi karena kesalahan pola pemberian makanan ataupun jenis makanan yang diberikan. Akibatnya anak tidak mendapatkan asupan yang memadai bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan mentalnya. Hal yang serupa juga terjadi pada masalah overnutrisi di mana, asupan yang didapatkan tidak semata-mata dalam jumlah yang banyak saja tetapi juga memiliki kandungan gizi yang nilai kalorinya terlalu tinggi. Sepintas, dapat diamati bahwa kedua permasalahan ini mungkin berpangkal pada pengetahuan yang kurang memadai tentang gizi di masyarakat. Oleh karenanya, edukasi kepada masyarakat dengan memberikan informasi yang tepat tentang pemenuhan gizi akan menjadi langkah yang baik dalam mencegah terjadinya undernutrisi maupun overnutrisi.


1. Konsep Malnutrisi
a. Definisi Malnutrisi
Malnutrisi (mal: salah, nutrisi: gizi)
Merupakan istilah umum dari kelainan-kelainan yang disebabkan karena gangguan gizi.
Dapat berupa suatu kekurangan ataupun kelebihan dari salah satu nutrient (bahan makanan).


b. Pengelompokan Malnutrisi
1) Malnutrisi jenis bahan yang kurang
Kelompok KEP yaitu kurang energi protein
Ada 3 jenis: kwasiorkor, marasmik, marasmik kwashiorkor
2) Kelompok kekurangan vitamin/mineral
a) Anemi kekurangan zat besi
b) Defisiensi vitamin A
c) Penyakit gondok endemic
d) Penyakit defisiensi lainnya seperti beri-beri, pellagra, scurvy, rickets
3) Menurut derajat tingkatan keadaan gizi
a) Gizi lebih
b) Gizi baik
c) Gizi kurang
d) Gizi buruk
4) Menurut sebab terjadinya malnutrisi
a) Primary malnutrition
Terjadi karena makanan yg dimakan (intake) tidak cukup / berlebihan
b) Secondary malnutrition
Terjadi meskipun makanan yg dimakan sudah cukup untuk kebutuhannya karena sebab
lain, misal karena kebutuhan meningkat, gangguan absorbsi


2. Terdapat “3 Jebakan” kondisi Masyarakat di Pedesaan
a. Adat dan Budaya yang masih kuat
Budaya yang turun temurun masih menjadi “kiblat atau panutan” bagi masyarakatnya
seperti: memberi makan bayi yang masih baru lahir (di “lothek”). Atau anak-anak tidak
boleh makan daging karena bisa menyebabkan kecacingan. (pantang terhadap makanan
tertentu).
Perbedaan gender : seperti laki-laki sebagai tulang punggung keluarga / kepala keluarga.
Sedangkan perempuan : mengurus anak di rumah.
Dampak : kebutuhan nutrisi diutamakan untuk ayah yang bekerja setelah itu baru
anak-anak kemudian yang terakhir baru ibu. Sehingga anak-anak dan perempuan rentan
terhadap kekurangan pangan


b. Sosial Ekonomi
Umumnya bekerja sesuai kondisi tempat tinggal seperti: petani, nelayan.
Dampak : pada musim kemarau terjadi kekeringan sehingga tidak ada air, tidak bisa
bercocok tanam sehingga kesulitan pangan.
Pada musim penghujan timbul banjir sehingga banyak sawah terendam dan gagal panen
serta kesulitan pangan
Keadaan keuangan yang kurang mencukupi untuk satu keluarga sehingga anggota
keluarga tidak cukup mendapatkan jatah makanan.


c. Geografis
Kondisi alam di pegunungan, laut, pulau terpencil sehingga jauh dari fasilitas kesehatan,
jauh dari perkotaan.
Dampak: terjadi kesulitan dalam transportasi pengiriman bantuan serta kekurangan
pengetahuan tentang nilai gizi / nutrisi untuk anak sehingga mudah terkena malnutrisi.


3. Penyebab Malnutrisi
Penyebab langsung :
1) Kekurangan konsumsi zat gizi protein / kalori secara kualitatif / kuantitatif.
2) Proses infeksi, baik infeksi saluran pencernaan, pernapasan atau penyakit-penyakit lain yang terjadi pada anak.


Penyebab tidak langsung:
1) Pemberian ASI (Air Susu Ibu) dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) atau Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang terlambat.
2) Cara memperkenalkan makanan bayi yang salah pada tahun pertama kehidupan balita, sehingga anak tidak mau makan dan akhirnya terjadi malnutrisi.
3) Pemberian makanan terlalu dini, sehingga menyebabkan anak marasmus/kurang kalori. Hal ini disebabkan antara lain: usia penyapihan terlalu dini, kurang dari 2 tahun, susu buatan yang “overdilusi” (kelebihan proporsi air daripada susunya) serta kurangnya perawatan terhadap botol susu/sterilisasi kurang.
4) Masalah gizi musiman (seasonal variation), artinya pada musim paceklik, banyak balita kurang makan dan kurang kalori. Akan tetapi pada musim panen, masalah kurang makan ini hilang.
5) Kelaparan, khususnya akibat panen yang gagal.
6) Kemiskinan, khususnya pada daerah-daerah yang kebutuhan keluarganya sangat tergantung dari pendapatan pekerjaan yang mereka tekuni.


4. Tanda-tanda anak marasmus (kurang kalori) :
1) Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit, dan pantat keriput.
2) Wajah seperti orang tua (monkey face).
3) Kulit keriput, kering, jaringan lemak sub kutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada.
4) Rambut tipis, kemerahan, dan mudah dicabut.
5) Anak cengeng dan rewel.
6) Sering disertai diare kronik atau konstipasi serta penyakit kronik.
7) Tekanan darah, denyut jantung dan pernapasan berkurang.


5. Tanda-tanda anak kwashiorkor (kurang protein) :
1) Bengkak (oedema) hampir di seluruh tubuh, terutama punggung dan kaki (dorsum pedis).
2) Wajah bulat dan sembab (moon face).
3) Mata kuyu dan sayu.
4) Rambut tipis, jarang, dan mudah dicabut.
5) Terdapat bercak merah-hitam pada kulit, kadang terkelupas (crazy pavement dermatosis).
6) Cengeng, rewel, dan ”apatis”.
7) Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak berbaring terus menerus.
8) Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia).
9) Pembesaran hati.
10) Sering disertai infeksi, anemi, dan diare.


6. Tanda-tanda anak marasmus-kwashiorkor
Tanda-tanda marasmic-kwashiorkor adalah gabungan dari tanda-tanda yang ada pada marasmus dan kwashiorkor yang ada.(Depkes RI, 1999).


7. Indeks Pengukuran
Indeks BB/U dengan standar Harvard dan klasifikasi Gomez, sebagai berikut:
1) Normal : ≥ 90%
2) Ringan : ≥ 75 - < style="color: rgb(0, 204, 204);">


8. Proses Terjadinya Malnutrisi GIZI buruk adalah
Kondisi tubuh yang tampak sangat kurus karena makanan yang dimakan setiap hari tidak dapat memenuhi zat gizi yang dibutuhkan, terutama kalori dan protein. Tanda awal gizi buruk: berat badan anak, letak titiknya dalam KMS, jauh berada di bawah garis merah (BGM). Bila hal ini tidak segera ditangani maka akan terjadi KEP. Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah.


9. Hubungan KEP dengan Tingkat Imunitas KEP
Dapat terjadi karena masalah ekonomi orang tua yang terhimpit kemiskinan. Anak menderita sakit yang tak sembuh-sembuh sehingga susah makan. Sanitasi lingkungan yang buruk dan pemahaman warga terhadap kesehatan kurang. Selain itu, bisa juga disebabkan oleh pola konsumsi yang tidak memperhatikan keseimbangan gizi. Hal itu dapat menimpa siapa saja, tidak mengenal status ekonomi. Anak orang yang berkecukupan pun bila tidak diperhatikan keseimbangan gizinya dapat terkena gizi buruk yang akhirnya bisa menjadi KEP. Setiap individu tidak akan memiliki metabolisme yang normal apabila kebutuhan kalori (energi) nya tidak terpenuhi. Sumber energi manusia adalah zat-zat gizi sumber energi seperti hidrat arang, lemak, dan protein. Kekurangan protein juga akan menurunkan imunitas terhadap penyakit infeksi. Sumber protein utama dari makanan adalah daging, ikan, telur, tahu, tempe, susu, dan lain-lain (umumnya lauk-pauk). Karena sistem imunitas tubuh itu sangat bergantung pada tersedianya protein yang cukup maka anak-anak yang mengalami kurang protein mudah terserang infeksi seperti diare, infeksi saluran pernapasan, TBC, polio, dan lain-lain. Penyakit yang berhubungan dengan KEP antara lain Defisiensi vitamin A/ Avitaminosis A  Dilakukan pemeriksaan kadar serum retinol, Anemia terutama karena defisiensi zat besi  Dilakukan pemeriksaan Hb, MCV (Mean Corpuscular Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin), MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) dan hapusan darah, serta penyakit karena Defisiensi vitamin B2  Pemeriksaan serum riboflavin.


10. Angka-angka Prevalensi KEP Prevalensi KEP

Sulit ditentukan di masyarakat, sehingga jarang didapat jumlah yang akurat penderita KEP. Hal ini disebabkan karena identifikasi KEP berdasarkan antropometri (mengukur gangguan pertumbuhan fisik dan perubahan proporsi protein dan lemak) yang mana pemeriksaannya kurang spesifik. Contoh: BB/U rendah bukan saja karena kurang makan, tetapi bisa karena penyakit. Bengkak bukan saja berarti kwashiorkor. Dari contoh tersebut, sehingga muncul istilah false (+), misalnya BB/U seseorang berdasarkan standar Amerika masuk kategori status gizi buruk, padahal di Indonesia (yang berbeda ras) masuk kategori status gizi kurang/sedang. False (-), misalnya jika seseorang dikatakan sehat padahal orang tersebut sakit. KEP kebanyakan terjadi pada Negara miskin, meskipun pada Negara berkembang dan Negara majupun KEP juga ada. KEP banyak terjadi jika morbidity (angka kesakitan) dan mortility (angka kematian) tinggi. Distribusi KEP banyak didaerah-daerah rawan pangan, terpencil, juga daerah-daerah urban (perkotaan) terutama daerah slump areas (daerah kumuh). Pada tahun 2000, sekira 30% atau 7 juta anak balita masih menderita KEP dalam tingkat ringan, sedang, dan berat. Tahun 2005, jumlahnya menurun, sekira 1,67 juta dari 20,87 juta (8%) anak usia 0-4 menderita KEP. Angka prevalensi tersebut jauh di atas negara anggota ASEAN lainnya. Anak yang menderita KEP umumnya badannya lebih pendek (stunted), sebagian lagi kurus. Data statistik menunjukkan bahwa rata-rata penduduk Indonesia setiap minggu hanya makan 1 butir telur, 1/2 potong daging, dan 1/2 gelas susu. Ini tak lain karena kemiskinan yang sudah di tengkuk, sehingga mereka tidak mampu mengakses pangan hewani yang memang relatif mahal harganya. Susu misalnya, masih dianggap barang luks yang harganya mahal. Saat ini harga susu sekitar Rp 1.800 per liter. Di tengah impitan kehidupan yang makin sulit, bisa dimaklumi jika masyarakat lebih mementingkan membeli dan mengonsumsi pangan karbohidrat daripada pangan sumber protein/mineral. Bagi warga miskin, yang penting perut seluruh anggota keluarga bisa kenyang, sementara kualitas gizi urusan belakangan.


11. Dampak KEP
a. Pada usia < 2 merusak sel-sel otak sehingga jumlah sel tidak tumbuh secara optimal. Dan hal ini tidak bisa dikoreksi dengan terapi gizi.

b. Pada usia > 2 tahun : jumlah sel-sel otak sudah terbentuk, terjadi pengurusan/atropi sel-sel
otak. Dan bisa diperbaiki dengan terapi gizi. Tapi sulit sekali disembuhkan.


12. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Pencegahan Malnutrisi antara lain: mempertahankan status gizi anak seoptimal mungkin, menurunkan resiko timbulnya penyakit infeksi dan memperbaiki diit anak malnutrisi, meminimalkan akibat penyakit infeksi pada anak, merehabilitasi anak-anak yang menderita KEP fase dini (malnutrisi ringan). Operasional dari kebijaksanaan pencegahan Malnutrisi tersebut antara lain:


  1. Program promosi ASI
  2. Program peningkatan kualitas makanan dengan bahan-bahan lokal. Ibu hamil dan ibu menyusui diharapkan untuk meningkatkan kebutuhan zat-zat gizinya antara lain dengan : pemberian tablet besi, pemberian dan perbaikan makanan ibu hamil, program peningkatan makanan keluarga, misalnya: penyuluhan tentang proses pemasakan daging yang direbus tidak terlalu lama, sebab akan menurunkan lemak serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K).
  3. Program imunisasi, perbaikan sanitasi lingkungan.
  4. Deteksi dini dan pengobatan semua penyakit infeksi serta program oral dan internal pada dehidrasi karena diare.
  5. Meningkatkan hasil produksi pertanian
  6. Penyediaan makanan formula yg mengandung tinggi protein dan tinggi energi utk anak-anak yg disapih
  7. Memperbaiki infrastruktur pemasaran
  8. Subsidi harga bahan makanan
  9. Pemberian makanan suplementer
  10. Pendidikan gizi
  11. Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan

Penanggulangan Malnutrisi antara lain:

  1. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada anak sesuai kebutuhan dan petunjuk cara pemberian makanan dari rumah sakit/dokter/puskesmas.
  2. Bila balita dirawat, perhatikan makanan yang diberikan lalu, teruskan di rumah.
  3. Berikan hanya ASI, bila bayi berumur kurang dari 4 bulan.
  4. Usahakan disapih setelah berumur 2 tahun
  5. Berikan makanan pendamping ASI (bubur, buah-buahan, biskuit, dsb.) bagi bayi di atas 4 bulan dan berikan bertahap sesuai umur.
  6. Pengobatan awal (terutama: untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa)
  7. Pengobatan/pencegahan thd hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, dan pemulihan ketidakseimbangan elektrolit
  8. Pencegahan (jika ada) ancaman atau perkembangan renjatan septik
  9. Pengobatan infeksi
  10. Pemberian makanan
  11. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan vitamin, anemia berat, dan payah jantung
  12. Rehabilitasi (terutama: untuk memulihkan keadaan gizi)


Tidak ada komentar:

ARTIKEL TERKAIT


Kirim Komentar Anda Disini