Photobucket Photobucket SELAMAT DATANG DI WWW.EKARAHAYU.TK SEMOGA BERMANFAAT BAGI SEMUANYA BACA JUGA BLOG SAYA YANG LAIN KLIK DISINI

Apa Yang Anda Cari Ada Disini

Loading

Minggu, 22 Maret 2009

Kenakalan Remaja

Masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan kemudian menjadi orangtua, tidak lebih hanyalah merupakan suatu proses wajar dalam hidup yang berkesinambungan dari tahap-tahap pertumbuhan yang harus dilalui oleh seorang manusia. Setiap masa pertumbuhan memiliki ciri-ciri tersendiri. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan masa remaja. Masa remaja sering dianggap sebagai masa yang paling rawan dalam proses kehidupan ini. Masa remaja sering menimbulkan kekuatiran bagi para orangtua. Padahal bagi si remaja sendiri, masa ini adalah masa yang paling menyenangkan dalam hidupnya. Oleh karena itu, para orangtua hendaknya berkenan menerima remaja sebagaimana adanya. Jangan terlalu membesar-besarkan perbedaan. Orangtua para remaja hendaknya justru menjadi pemberi teladan di depan, di tengah membangkitkan semangat, dan di belakang mengawasi segala tindak tanduk si remaja.
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 - 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metoda coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekuatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya. Kesalahan yang diperbuat para remaja hanya akan menyenangkan teman sebayanya. Hal ini karena mereka semua memang sama-sama masih dalam masa mencari identitas. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut sebagai “kenakalan remaja”.
Kenakalan remaja itu harus diatasi, dicegah dan dikendalikan sedini mungkin agar tidak berkembang menjadi tindak kriminal yang lebih besar yang dapat merugikan dirinya sendiri, lingkungan masyarakat dan masa depan bangsa.
Setiap periode hidup manusia punya masalahnya sendiri-sendiri, termasuk periode remaja. Remaja seringkali sulit mengatasi masalah mereka. Ada dua alasan hal itu terjadi, yaitu : pertama; ketika masih anak-anak, seluruh masalah mereka selalu diatasi oleh orang-orang dewasa. Hal inilah yang membuat remaja tidak mempunyai pengalaman dalam menghadapi masalah. Kedua; karena remaja merasa dirinya telah mandiri, maka mereka mempunyai gengsi dan menolak bantuan dari orang dewasa.
Remaja pada umumnya mengalami bahwa pencarian jati diri atau keutuhan diri itu suatu masalah utama karena adanya perubahan-perubahan sosial, fisiologi dan psikologis di dalam diri mereka maupun di tengah masyarakat tempat mereka hidup. Perubahan-perubahan ini dipergencar dalam masyarakat kita yang semakin kompleks dan berteknologi modern.
Arus perubahan kehidupan yang berjalan amat cepat cenderung membuat individu merasa hanya seperti sebuah sekrup dalam mesin raksasa daripada seorang makhluk utuh yang memiliki di dalam dirinya suatu keyakinan akan identitas diri sebagai seorang pribadi.



DEFINISI
Istilah “kenakalan” yang dimaksud adalah tingkah laku yang dianggap menyimpang dari norma-norma sosial masyarakat dan mengganggu ketentraman masyarakat.
Kenakalan remaja (Juvenile Delinquence) adalah merujuk kepada perbuatan dan aktivitias remaja yang berlawanan dengan norma-norma masyarakat, undang-undang negara dan agama, seperti mencuri, merampok, menodong, berzina, membunuh, merampas, durhaka kepada kedua ibu bapak dan sebagainya. Perbuatan remaja dikatakan “nakal” karena remaja dianggap belum matang, belum dewasa dan perbuatan yang mereka lakukan tidak dikenakan hukuman berat. Hukuman yang dijatuhkan kepada mereka ialah remaja itu ditempatkan di pusat-pusat rehabilitasi dan diberi pendidikan khusus.


JENIS KENAKALAN REMAJA
Kenakalan remaja umumnya dibagi dua :
a. Kenakalan perorangan (individual delinquency)
b. Kenakalan berkelompok (sociologi delinquency)
Yang sering disoroti adalah kenakalan remaja berkelompok atau sering disebut “gang deliquency”.
Bentuk – bentuk perbuatan kenakalan remaja yang lebih banyak dilakukan dalam kaitan remaja yang bersangkutan dengan gangnya atau gerombolan remaja lainnya, hakekatnya mencerminkan suatu sub kultur tersendiri yang dapat dibedakan dalam 3 sub kultur kenakalan yaitu:
a. Sub kultur criminal: suatu bentuk gang kenakalan remaja yang mengarah pada perbuatan pencurian, pemerasan dll perbuatan illegal yang bertujuan untuk mendapatkan penghasilan (uang atau income)
b. Sub kultur konflik: suatu bentuk gang yang mengutamakan perbuatan – perbuatan kekerasan sebagai suatu cara untuk mendapatkan atau meningkatkan status
c. Sub kultur pengelakan/ pengasingan (rettreatist sub culture), suatu bentuk gang yang menekankan pada penggunaan obat – obatan (secara salah).
Perbuatan kenakalan remaja pada hakekatnya merupakan proses usaha pencapaian suatu keberhasilan tertentu dalam perkembangan kehidupan remaja. Kaitan pertumbuhan dan perkembangan individu remaja dengan lingkungannya terhadap struktur sosial dengan jalur – jalur system yang tersedia dan berlangsung di masyarakat untuk mobilitas yang lebih baik.
Pada kenakalan remaja sub kultur kriminil, mencerminkan suatu cara adaptasi yang khusus dari para remaja dalam proses penyesuaian dirinya yang gagal untuk dapat mencapai keberhasilan hidup atau memperbaiki keadaannya dengan menempuh jaur – jalur kesempatan yang sewajarnya. Kegagalan ini antara lain karena ketiadaan kemampuan, keterbatasan pendidikan dan tidak adanya kesempatan kerja yang sesuai.
Kenakalan remaja sub kultur konflik sering terjadi pada kasatuan masyarakat yang tidak stabil, tidak cukup terorganisir, yang tinggi mobilitas vertikal dan geografisnya, keluarga cenderung berorientasi tidak pada masa depan tetapi pada masa kini dan tidak ada kemajuan sosial. Perbuatan perkelahian antar gang, kebut – kebutan di jalan ramai merupakan contoh kenakalan remaja sub kultur konflik.
Kenakalan remaja yang termasuk sub kultur pengelakan/ pengasingan yaitu kenakalan remaja dalam bentuk penyelahgunaan obat – obatan narkotika, merupakan cara adaptasi terhadap keadaan secara pengelakan, menarik diri atau mengaisngkan diri, melepaskan perjuangan dalam mencapai kesuksesan.


PENYEBAB
Penyebab kenakalan remaja dari berbagai sumber, antara lain :
a. Menurut Freedman :
1) Adanya kegoncangan sosial yang disebabkan oleh perubahan masyarakat ke arah
industri modern disertai adanya kemajuan teknologi.
2) Mobilitas yang semakin besar dan urbanisasi ke kota-kota besar sebagai pusat
industri tersebut.
b. Menurut Cloward dan Ohlin: (berdasarkan teori Merton)
Kenakalan remaja kemungkinan besar timbul bila beberapa kelompok dalam
masyarakat tidak mampu untuk mencapai tujuan-tujuan budayanya. Ketidak adilan
dalam kesempatan mencapai tujuan budaya tersebut, terutama berkisar pada
pendapatan finansial, mendorong anak-anak dari kelas bawahan untuk melakukan
tindakan kriminal, memasuki kelompok “gang” yang siap tempur atau menarik diri
dari realitas yang pahit dengan minum obat-obat narkotika.
c. Menurut Friedenberg
Kenakalan remaja sering dihubungkan dengan kegagalan sekolah. Anak-anak yang berhasil sekolahnya, umumnya adalah anak-anak yang mampu membuat sekolahan sebagai pusat dari kehidupan berkelompok seusia (peer group life) disamping mendapatkan informasi dan pengetahuan.
d. Menurut Shaw dan McKay
Tentang teori “keturunan budaya” (cultural transmission).
Dari penelitian yang dilakukan pada beberapa kota dengan pendapatan ekonomi yang rendah, selalu dihinggapi adanya kenakalan remaja, yang tidak tergantung pada kelompok nasional yang sedang berkuasa didaerah tersebut. Misalnya yang berkuasa orang Italy atau Polandia, dan lain-lain, timbulnya kenakalan remaja tetap sama besarnya.
e. Menurut Y.M Uttamo Thera, kenakalan remaja dapat ditimbulkan oleh beberapa hal sebagian di antaranya adalah:
1) Pengaruh teman sepermainan : di kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat, ataupun anak orang terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah “semu” sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.
2) Pendidikan : memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak. Agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Selain itu, perlu dipikirkan pula latar belakang agama pengelola sekolah. Hal ini penting untuk menjaga agar pendidikan Agama yang telah diperoleh anak di rumah tidak kacau dengan agama yang diajarkan di sekolah. Berilah pengertian yang benar tentang adanya beberapa agama di dunia. Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih perguruan tinggi. Orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
3) Penggunaan waktu luang : kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya.
Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri, sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus. Tersesat.
4) Uang saku : orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja hendaknya dididik agar dapat menghargai nilai uang. Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak suka memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir.
Ajarkan pula anak untuk mempunyai kebiasaan menabung sebagian dari uang sakunya. Menabung bukanlah pengembangan watak kikir, melainkan sebagai bentuk menghargai uang yang didapat dengan kerja dan semangat.
Pemberian uang saku kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah yaitu: anak menjadi boros, tidak menghargai uang, dan malas belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun uang gampang diperoleh.
5) Perilaku seksual : pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa mempedulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15-20 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.


MASALAH-MASALAH YANG SERING DIHADAPI REMAJA MASA KINI
Masalah-masalah yang sering dihadapi remaja masa kini antara lain :
a. Kebutuhan akan figur teladan : remaja jauh lebih mudah terkesan akan nilai-nilai luhur yang berlangsung dari keteladanan orang tua mereka daripada hanya sekedar nasihat-nasihat bagus yang hanya kata-kata indah.
b. Sikap apatis : sikap apatis merupakan kecenderungan untuk menolak sesuatu dan pada saat yang bersamaan tidak mau melibatkan diri di dalamnya. Sikap apatis ini terwujud di dalam ketidakacuhannya akan apa yang terjadi disekitarnya.
c. Kecemasan dan kurangnya harga diri : kata stress atau frustasi semakin umum dipakai kalangan remaja. Banyak kaum muda yang mencoba mengatasi rasa cemasnya dalam bentuk “pelarian” (memburu kenikmatan lewat minuman keras, obat penenang, seks dan lainnya).
d. Ketidakmampuan untuk terlibat : kecenderungan untuk mengintelektualkan segala sesuatu dan pola pikir ekonomis, membuat para remaja sulit melibatkan diri secara emosional maupun efektif dalam hubungan pribadi dan dalam kehidupan di masyarakat. Persahabatan dinilai dengan untung rugi atau malahan dengan uang.
e. Perasaan tidak berdaya : perasaan tidak berdaya ini muncul pertama-tama karena teknologi semakin menguasai gaya hidup dan pola berpikir masyarakat modern. Teknologi mau tidak mau menciptakan masyarakat teknokratis yang memaksa kita untuk pertama-tama berpikir tentang keselamatan diri kita di tengah-tengah masyarakat. Lebih jauh remaja mencari “jalan pintas”, misalnya menggunakan segala cara untuk tidak belajar tetapi mendapat nilai baik atau ijasah.
f. Pemujaan akan pengalaman : sebagian besar tindakan-tindakan negatif anak muda dengan minumam keras, obat-obatan dan seks pada mulanya berawal dari hanya mencoba-coba. Lingkungan pergaulan anak muda dewasa ini memberikan pandangan yagn keliru tentang pengalaman.


BENTUK-BENTUK DARI PERBUATAN ANTI SOSIAL REMAJA
Bentuk-bentuk dari perbuatan anti sosial remaja adalah :
a. Anak-anak muda yang berasal dari golongan orang kaya yang biasanya memakai pakaian yang mewah, hidup hura-hura dengan pergi ke diskotik merupakan gaya hidup mewah yang tidak selaras dengan kebiasaan adat timur.
b. Di sekolah, misalnya dengan melanggar tata tertib sekolah seperti bolos, terlambat masuk kelas, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
c. Ngebut, yaitu mengendarai mobil atau motor ditengah-tengah keramaian kota dengan kecepatan yang melampaui batas maksimum yang dilakukan oleh para pemuda belasan tahun.
d. Membentuk kelompok (genk-genk) anak muda yang tingkah lakunya sangat menyimpang dengan norma yang berlaku di masyarakat, seperti tawuran antar kelompok.


FAKTOR – FAKTOR SOSIAL BUDAYA SEBAGAI LATAR BELAKANG KENAKALAN REMAJA
Faktor budaya adalah bagian dari faktor sosial sehingga sering disebut faktor sosial budaya. Di Indonesia kenakalan remaja umumnya terdapat di kota – kota teristimewa di kota yang besar seperti Jakarta, jarang terjadi di desa – desa walaupun akhir – akhir ini kenakalan remaja telah merambat ke daerah pedesaan juga.
Penduduk di desa umumnya berstatus petani, budaya masyarakat desa umumnya monokultural (satu macam budaya) yang cukup kokoh dan diturunkan melalui transmisi nenek moyang. Anak – anak secara dini membiasakan diri dengan berbagai kepercayaan budaya seperti pemujaan nenek moyang, pemujaan roh – roh dan benda – benda. Stimulasi budaya juga didapatkan dari permainan anak- anak. Dalam transmisi budaya seorang anak menerima budaya melalui instruksi, observasi dan imitasi.
Berbeda dengan di daerah perkotaan, dengan cepatnya usaha pembangunan yang menggunakan teknologi modern, usaha industrialisasi yang pesat, mobilitas yang tinggi dan urbanisasi yang tidak terbendung sering menyebabkan kegoncangan – kegoncangan sosial disertai dengan frustasi dari anggota – anggota masyarakatnya. Penduduk perkotaan umumnya terdiri dari berbagai ragam budaya (multikultral) serta status sosial ekonomi yang berbeda - beda, sehingga menyulitkan di dalam melakukan kontrol sosial. Mobilitas yang tinggi memungkinkan pertukaran budaya yang intensif yang akan mempengaruhi transmisi budaya keluarga terutama bagi anak remaja yang kepribadiannya sedang berkembang, mencari bentuk, sangatlah peka terhadap rangsangan – rangsangan dari lingkungannya dan kurang percaya pada diri sendiri hingga terbentuk kebiasaan melalui coba – coba (trial and error). Di dalam usaha melepaskan diri dari dunia anak – anak, umumnya remaja berkeinginan untuk melepaskan diri dari ketergantungan emosional terhadap orangtuanya dan lebih mendekati anak – anak sebaya dengan dirinya (peergroup). Apabila ikatan budaya keluarganya tidak kuat, maka remaja akan mendekati kelompok anak sebaya yang terdiri dari berbagai suku bangsa.


Faktor – faktor sosial budaya yang dapat menimbulkan konflik pada remaja:
a. Timbul perbedaan besar antara budaya keluarga dan pertukaran budaya dalam sikap
dan nilai.
b. Dalam lingkungan keluarga terutama nilai dan sikap dalam budaya keluarga terlalu
dipaksakan kepada remaja (sikap orangtua yang kaku)
c. Kurangnya pengertian dari pihak orangtua akan kebutuhan remaja terutama kebutuhan
emosional
d. Transmisi budaya keluarga sangat minimal (komunikasi terhambat), orangtua acuh
tak acuh terhadap tingkah anaknya (kurang korektif)
e. Keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan materi anaknya
f. Kepribadian remaja misalnya kelainan kepribadian
g. Trasmisi budaya keluarga kadang – kadang mengalami kesulitan karena kedua
orangtua mempunyai kebuayaan yang berlainan (orangtua berasal dari suku yang
berbeda)
h. Orangtua sering menyimpang dari ketentuan nilai dan sikap budayanya (sering
cekcok, berkelahi, berjudi, pulang malam, foya – foya)


Konflik – konflik tersebut dapat menimbulkan:
a. Kenakalan remaja secara individual atau bila terdesak ke arah suatu kelompok yang
terdiri dari anak- anak yang senasib, menimbulkan kenakalan berkelompok.
b. Gangguan emosional yang ringan bahkan gangguan jiwa yang berat yang kadang –
kadang perlu perawatan di RS Jiwa.




TIPE / GAYA REMAJA DALAM MENGEKSPRESIKAN DIRINYA
Beberapa tipe/gaya remaja dalam mengekspresikan dirinya, antara lain:
a. Si preman : remaja yang bila berbicara seperti remaja yang “kasar” dan “terlalu
terus terang” ditambah dengan mimik wajah seorang pemrotes. Memang agak sukar
mengubah kebiasaannya, tetapi orang tua terus mengingatkan bahwa cara bicaranya
bisa disalahartikan orang lain. Tentunya orang tua tentunya terus memotivasi
remaja untuk bicara “lebih manis”.
b. Si pendiam : ada remaja yang pendiam, tidak pernah mengeluh atau protes dalam
menghadapi situasi apapun. Remaja ini cenderung pasif dan diam dalam
kesehariannya. Orang tua harus peka sehingga bisa menangkap kegalauan anaknya
hanya dengan tanda-tanda yang kecil dan hampir tidak tampak.
c. Si kreatif : cara berpikirnya sedikit berbeda, dan orang lain cenderung
melihatnya sebagai remaja yang ”melanggar” kebiasaan, suka bereksperimen dan
antusias pada hal yang tidak biasa. Terkadang muncul dalam gaya bahasanya yang
berandai-andai.
d. Si cerewet : remaja yang sangat memperhatikan hal-hal kecil, apa saja dan
perhatiannya sangat cepat teralih dari apa yang dilihat, didengar atau dipikirkan
dan tanpa pikir panjang ia mengatakannya.
e. Si pengeluh : remaja ini selalu mengeluh, mengomel dan menyampaikan sesuatu
dengan emosi yang tinggi. Hidup ini baginya serba sukar, serba penuh hambatan dan
hampir semua orang tidak bisa benar-benar memuaskan hatinya.
f. Si plin-plan dan si jail : ada remaja yang terlalu memperhatikan reaksi orang
lain. Ia bertindak bukan karena dirinya tetapi untuk melihat reaksi menyenangkan
atau membuat kesal orang lain. Si plin-plan selalu berusaha menyenangkan orang
lain. Biasanya merasa kurang percaya diri dan berusaha untuk menyenangkan orang
lain adalah motivasi terbesarnya. Sebaliknya si jail ia bisa “tega” membiarkan
orang lain dalam keadaan “tidak nyaman” bahkan ia akan menertawakannya. Bagi anak
ini, mengamati bagaimana orang lain bereaksi sebagai akibat tingkah lakunya
adalah hal yang menarik dan memberi motivasi utama dari segala tindakannya.
g. Si penakut : remaja ini sukar sekali untuk dapat bergabung dengan teman-teman
seusianya. Berbeda dengan remaja yang pasif, remaja ini selalu berada dalam
kecemasan dan ketakutan yang terpancar dari ekspresinya. Orang tua harus menerima
dirinya yang “pemalu” dan tidak memaksakan untuk “menonjolkan diri” sudah
merupakan langkah yang sangat berarti baginya untuk memupuk rasa percaya dirinya.


UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PERAN KELUARGA BAGI REMAJA
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang primer dan bersifat fundamental. Disitulah remaja dibesarkan, memperoleh penemuan-penemuan, belajar dan berkembang. Bermodalkan pengalaman-pengalaman yang diperolehnya dalam keluarga inilah bergantung kelangsungan hidupnya.
Peran keluarga antara lain:
a. Keluarga sebagai pusat pendidikan : disini orang tua berperan dalam pembentukan kepribadian remaja karena orang tua mendidik, mengasuh dan membimbing remajanya untuk hidup di dalam masyarakat.
b. Keluarga sebagai pusat agama : dengan kesadaran beragama yang diperoleh remaja-remaja dan bimbingan orang tua, remaja akan mengenal agama sehingga membuat mereka untuk berbuat soleh dalam kehidupan.
c. Keluarga sebagai pusat ketenangan hidup : dalam mempertahankan hidupnya sering orang mengalami gangguan pikiran, menemui frustasi dan untuk mendapatkan kekuatannya kembali maka keluarga adalah pangkalan yang paling vital.


TIPS UNTUK ORANGTUA /KELUARGA
Orang tua sebaiknya mempersiapkan diri untuk mengenal lebih jauh dalam membimbing anaknya saat masa remaja :
a. Kenali mereka lebih dekat yaitu informasi mengenai remaja dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam dirinya.
b. Kenali perubahan fisik pada remaja dan dampaknya terhadap diri anak.
c. Kenali perubahan emosi remaja dan caranya mencari perhatian orang tua serta reaksi emosinya dalam menghadapi masalah.
d. Menciptakan hubungan komunikasi yang hangat, membentuk kebiasaan-kebiasaan yang positif, memberlakukan aturan dalam keluarga, menyikapi “kesalahan” anak, “mengambil hati” anak dan “mencuri perhatian” anak.
e. Kenali perubahan lingkungan misalnya peran gender serta rasa keadilan antara pria dan wanita; teman dan permasalahannya; naksir, ditaksir dan pacaran.
f. Masalah-masalah seksualitas, kelainan seksual dan pengaruh buruk yang ada di masyarakat.


PERAN SEKOLAH BAGI REMAJA
a. Sekolah sebagai pusat pendidikan bagi siswa dalam rangka menimba pengetahuan, keterampilan seni budaya, olahraga serta meningkatkan budi pekerti yang luhur, untuk ini diperlukan sarana dan prasarana yang memadai serta perlu diciptakan lingkungan yang bersih, sehat, tertib serta aman agar dapat menunjang keberhasilan PBM karena itu guru perlu dapat menciptakannya.
b. Lingkungan sekolah yang sehat dan dinamis. Guru adalah orangtua siswa di sekolah karena itu perlu adanya sikap berdialog guru dengan siswa tentang berbagai hal khusus tentang masalah belajar sehingga keberhasilan dalam belajar dapat tercapai
c. Motivasi belajar siswa timbul dari dirinya sendiri sehingga siswa dapat belajar dengan tertib, patuh pada peraturan yang ada di sekolah dna tidak terpengaruh oleh hal – hal yang negatif
d. Program sekolah yang terpadu. Diberikan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler secara terpadu. Melalui kegiatan pramuka, olahraga, kesenian, karya wisata, pencinta alam dan sebagainya, dapat memberikan aktivitas yang sehat dan dinamis serta bekal untuk masa depannya


PERAN MASYARAKAT BAGI REMAJA
Usaha – usaha untuk menciptakan lingkungan sehat dan dinamis dalam kehidupan di masyarakat, kaum remaja dapat mengikuti berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh karang taruna, remaja masjid, KNPI atau oragnisasi pemuda lainnya. Bersama warga masyarakat remaja juga aktif dalam melaksanakan bakti sosial sehingga diperoleh pengalaman praktis yang positif dari kehidupan bermasyarakat. Hal ini untuk melatih fisik, mental, aktivitas dan kreativitas remaja sehingga terbentuk pribadi yang militant dan dinamis sebagai generasi penerus. Dalam organisasi remaja diharapkan dapat berkomunikasi dengan teman – temannya, membicarakan masalah – masalah atau kesulitan yang dialaminya dengan dibimbing oleh konsultan yang ada di dalam organisasi tersebut.




Tidak hanya remaja yang belajar menghadapi kehidupannya yang “baru” tetapi orang tua juga perlu banyak belajar menghadapi perubahan-perubahan dan menemukan cara terbaik untuk menghadapinya.
Tahapan perkembangan remaja berbeda – beda pada setiap individu sehingga diperlukan pemahaman dan pengenalan secara dini setiap perubahan fisik dan mental yang terjadi pada remaja sehingga perlu diperhitungkan dalam membina dan mengembangkan remaja.
Era globalisasi sebagai aspek kemajuan iptek telah membuat segala informasi dan kemajuan dengan cepat tersebar ke segala penjuru dunia tetapi juga penyebaran pola perilaku yang kurang baik (buku porno, blue film, pil koplo, putauw, ecstasy, sabu – sabu dan lain – lain) akan cepat menjalar kemana – mana.
Agar terhindar dari pengaruh negatif dari era globalisasi maka diharapkan orangtua, keluarga, guru dan masyarakat dapat membina remaja dengan baik, mengusahakan lingkungan hidup yang sebaik – baiknya agar remaja dapat berkembang ke arah yang kita harapkan serta sesuai dengan kehendak dan kemauan anak sendiri tanpa mengikuti pola perilaku yang kurang baik yang sedang berkembang saat ini.




1 komentar:

Anonim mengatakan...

very helpful, thanks a lot http://us.i1.yimg.com/us.yimg.com/i/mesg/emoticons7/3.gif

ARTIKEL TERKAIT


Kirim Komentar Anda Disini