Photobucket Photobucket SELAMAT DATANG DI WWW.EKARAHAYU.TK SEMOGA BERMANFAAT BAGI SEMUANYA BACA JUGA BLOG SAYA YANG LAIN KLIK DISINI

Apa Yang Anda Cari Ada Disini

Loading

Kamis, 02 Desember 2010

Diabetes Mellitus pada Obesitas

DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS
OLEH :
EKA RAHAYU PUJI LESTARI

PENDAHULUAN
Kegemukan dalam istilah kedokteran disebut obesitas, merupakan suatu hal yang perlu diwaspadai. Bahkan sekarang ini kegemukan sudah dikatakan suatu penyakit. Sudah banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara kegemukan dengan berbagai penyakit. Kegemukan yang mulanya menjadi permasalahan di negara-negara maju, kini tampaknya sudah menjadi permasalahan di negara-negara berkembang. Kalau dulu banyak penduduk di muka bumi yang meninggal karena kelaparan, sekarang justru banyak yang meninggal karena komplikasi kelebihan makanan (nutrisi).
Orang yang kegemukan atau obesitas, tidak hanya kurang sedap dipandang mata, tapi juga berbahaya dari segi kesehatan. Kegemukan membahayakan kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (dibetes mellitus) dan berbagai penyakit lainnya.

A. HUBUNGAN DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS
Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi lebih dan masalah gizi kurang dengan berbagai resiko penyakit yang menyertainya. Salah makan yang sebagian atau seluruhnya dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang, merupakan faktor resiko yang sumbangannya sangat tinggi terhadap munculnya penyakit-penyakit degeneratif. Makan lebih banyak dari kebutuhan, dan makan tidak seimbang dalam arti kebanyakan, faktor resiko dalam makanan dan kurangnya faktor proteksi dapat menyebabkan keadaan gizi lebih, yang pada gilirannya dapat membawa resiko masalah kesehatan. Di negara maju kelompok masyarakat usia 20-45 tahun dengan gizi lebih memiliki resiko relatif sebesar 5,9 kali untuk hipertensi dan 2,9 kali untuk diabetes mellitus, dibandingkan dengan kelompok gizi normal. Uji toleransi glukose penderita kelebihan berat badan hampir selalu menunjukan ketidaknormalan yang merupakan indikator resistensi diabetes mellitus.

Contoh-contoh berbagai penyakit yang dikategorikan sebagai penyakit gaya hidup seperti penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung, stroke, hipertensi, diabetes melitus dll).

B. BAGAIMANA TERJADINYA DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS
seorang anak baru akan terdeteksi menderita diabetes pada usia 7 tahun ke atas. Hal itu ditandai dengan sejumlah gejala yang mirip dengan gejala diare seperti muntah, sering buang air besar, kesadaran menurun (koma), dehidrasi berat, kejang-kejang dan sebagainya. Namun bedanya, nafas si anak berbau asam (aseton).
Kondisi itulah yang membuat orang tua terkadang salah dalam menilai kondisi kesehatan buah hatinya. "Banyak orang tua melihat gejala yang terjadi pada anaknya sebagai diare berat. Padahal dia sudah terserang diabetes. Tidak jarang anak penderita diabetes dibawa ke rumah sakit dalam keadaan koma," tuturnya.
Untuk mengantisipasi hal itu, dr Luszy menambahkan, orangtua harus memperhatikan kebiasaan makan dan aktivitas fisik anaknya di rumah. Selain juga memperhatikan perkembangan berat badan anak tersebut. Anak yang terindikasi menderita DM biasanya sering cepat merasa lapar dan haus, buang air kecilnya banyak dan berat badannya tidak pernah naik.

"Kalau orangtua melihat gejala yang demikian, itu harus hati-hati. Coba ajak anak untuk memeriksa kadar gula darahnya. Kadar gula darah yang normal pada anak sama dengan kadar gula yang normal bagi orang dewasa yakni berkisar antara 100-140 mg/dl," ucapnya.

DM merupakan gangguan metabolisme karbohidrat karena jumlah insulin yang kurang, atau bisa juga karena kerja insulin yang tidak optimal. Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin membuat gula berpindah ke dalam sel sehingga menghasilkan energi, atau disimpan sebagai cadangan energi.
Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum akan merangsang pankreas menghasilkan insulin, sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik, kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.

Pada penderita DM, kerja insulin yang tidak optimal menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat. Akibatnya gula tidak bisa diubah menjadi glukogen. Gula juga akan melalui ginjal, sehingga urinenya mengandung glukose. Ini yang sering disebut orang sebagai kencing manis.

Dr Luszy menambahkan, selama ini anak-anak yang menderita diabetes masuk dalam tipe 1. Artinya, penyakit tersebut diturunkan dari orangtuanya karena terjadi defisiensi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas dalam tubuhnya. Kondisi itu menyebabkan anak kekurangan hormon insulin.

"Untuk DM tipe 1 pada anak bisa dikenali sejak awal. Yang jadi masalah adalah orangtua yang tidak memiliki riwayat DM, biasanya lalai menjaga kesehatan anaknya sehingga kegemukan dan berpotensi terkena DM tipe 2," katanya.

Ditanyakan, anak yang menderita kelebihan berat badan atau obesitas itu memiliki peluang untuk menderita DM, dr Luszy mengatakan, tidak semua anak obesitas memiliki peluang te terkena DM. Namun anak obesitas yang memiliki orangtua diabetes memiliki peluang yang besar untuk terkena penyakit yang sama dengan orangtuanya tersebut.
"Jadi untuk orangtua yang memiliki DM, tolong jaga anaknya agar tidak kegemukan dan memiliki kegiatan fisik untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Karena anak-anak mereka memiliki peluang terkena penyakit tersebut, kendati saat itu sehat-sehat saja," ujarnya.

Masa kini banyak orang beranggapan kegemukan dapat mengurangi keindahan tubuh, mengurangi kelincahan gerak tubuh dan sering lebih mudah menimbulkan kelelahan. Selain itu kelebihan berat badan dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan dan dihubungkan dengan meningkatnya bermacam penyakit seperti : diabetes mellitus (DM) (penyakit gula), hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke.
Terjadinya obesitas karena faktor genetik dan lingkungan. Anak yang obesitas biasanya berasal dari keluarga yang obesitas. Bila kedua orang tua obese, sekitar 80% anak-anak mereka akan menjadi obese. Bila salah satu orang tua obese, menjadi 40% dan bila orang tuanya tidak obese prevalensi obese untuk anak turun menjadi 14%.
Sampai saat ini sudah diketahui 7 gen penyebab obesitas pada manusia : leptin receptor, melanocortin receptor-4 (MC4R), alpha melanocyte stimulating hormone (alpha MSH), prohormone convertase-1 (PC-1), leptin, Barder5t-Biedl, dan Dunnigan partial lypo-dystrophy.
Faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab terjadinya obesitas adalah perilaku makan, aktivitas fisik, trauma (neurologik atau psikologik), obat-obatan (golongan steroid), sosial ekonomi.

OBESITAS ( kegemukan ) adalah keadaan terdapatnya timbunan lemak berlebihan dalam tubuh. Secara klinik biasanya dinyatakan dalam bentuk Indeks Masa Tubuh (IMT) > 30 kg/m2. Untuk orang Asia, kriteria obesitas apabila IMT > 25kg/m2.
Korelasi antara IMT dengan lemak tubuh sangat erat ( r 0,7-0,8 ). Untuk praktisnya pengukuran lemak tubuh digunakan lingkar pinggang atau indeks masa tubuh.
Berbagai komplikasi obesitas lebih erat hubungannya dengan obesitas sentral, yang penetapannya paling baik dengan mengukur lingkar pinggang. Apabila lingkar pinggang > 90 cm pada pria dan > 80 cm pada wanita, sudah termasuk obesitas sentral (untuk orang Asia).
Pada wanita bisa terjadi kelainan haid, keputihan, kemandulan serta penyakit kulit di lipatan paha dan payudara.
Obesitas juga sering dihubungkan dengan gangguan pernapasan, rematik, varises, hernia dan penyakit batu empedu.

Para peneliti mendapatkan risiko untuk menderita DM baik pada pria maupun wanita menjadi naik beberapa kali berhubungan dengan kenaikan IMT.
Terdapat hubungan yang kuat antara IMT dengan hipertensi. Wanita yang obese memiliki risiko hipertensi 3 - 6 kali dibanding wanita dengan berat badan normal.
Kelebihan berat badan juga berhubungan dengan kematian (20-30&) karena penyakit kardiovaskuler.

Pria dan wanita yang overweight atau obese mempunyai risiko 2-3 kali terkena penyakit kardiovaskuler. Pada remaja berisiko lebih dari 2 kali lipat meninggal karena penyakit jantung koroner pada masa dewasa.
Obesitas juga mengurangi kualitas hidup, seperti stroke, artritis (radang sendi), batu empedu, kesulitan bernafas, masalah kulit, infer- tilitas, masalah psikologis, mangkir kerja dan pemanfaatan sarana kesehatan.

C. ANGKA PREVALENSI DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS
Berdasarkan studi populasi penderita diabetes melitus di berbagai negara, Indonesia menempati posisi keempat dengan jumlah penderita sekitar 8,4 juta pada tahun 2000. Studi populasi yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun itu menyebutkan, Indonesia berada di posisi keempat di bawah India (31,7 juta orang), Cina (20,8 juta), dan AS (17,7 juta orang). Diperkirakan, prevalensi diabetes akan terus meningkat bersamaan dengan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan. Pada tahun 2030 di India diprediksi terdapat penderita DM 79,4 juta orang, Cina 42,3 juta, AS 30,3 juta, dan Indonesia 21,3 juta orang. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) dalam buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus edisi ketiga tahun 2002 menyebutkan, pada tahun 1980 prevalensi diabetes di Indonesia sekitar 1,5-2,3 persen pada penduduk usia 15 tahun ke atas. Pada umumnya prevalensi di daerah pedesaan (rural) lebih rendah ketimbang kawasan urban, contoh di daerah urban Makassar pada 1981 prevalensi DM sekitar 1,5 persen lalu melonjak menjadi 2,9 persen pada 1998 atau mengalami lonjakan hampir dua kali lipat. Demikian pula di kota Metropolitan Jakarta yang pada tahun 1982 tercatat 1,7 persen, namun melonjak tiga kali lipat menjadi 5,7 persen pada tahun 1993. Diperkirakan, prevalensi diabetes di Indonesia makin meningkat dari tahun ke tahun. Prevalensi diabetes pada kelompok populasi lanjut usia di negara-negara maju juga makin meningkat dengan bertambah panjangnya usia penduduk, sehingga konsekuensinya meningkatnya masalah-masalah kesehatan akibat komplikasi diabetes. Bertambahnya prevalensi tersebut berkaitan dengan meningkatnya status sosial yang diikuti perubahan pola hidup menjadi kurang sehat, antara lain kurang kegiatan fisik, makan berlebihan, dengan akibat terjadinya kegemukan (obesitas) yang menyebabkan resistensi insulin dan berlanjut menjadi diabetes. Prevalensi diabetes yang paling banyak dijumpai adalah diabetes tipe-2 yang seringkali tidak dapat dirasakan gejalanya pada stadium awal dan tetap tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun sampai terjadi macam-macam komplikasi dari penyakit ini.

D. CARA PENENGGULANGAN DIABETES MELLITUS PADA OBESITAS
Obesitas merupakan hasil dari proses yang berjalan menahun, sehingga penanganannya tidak akan efektif bila hanya dalam waktu singkat.
Penurunan berat badan sampai 1 kg per minggu sudah cukup sebagai parameter keber-hasilan penurunan berat badan. Kita harus mewaspadai adanya sindroma Yoyo, yaitu penurunan berat badan yang berlebihan akan menyebabkan defisit energi mendadak dan akan berisiko naiknya kembali berat badan.
Penurunan berat badan bersifat individual, tergantung pada umur, berat badan awal dan adanya usaha penurunan berat badan sebelumnya serta ada tidaknya penyakit penyerta. Sasaran penurunan berat badan yang realistik adalah 5-10% dari berat badan awal dalam kurun waktu 6-12 bulan
Garis besar penanganan obesitas terdiri dari intervensi diet, aktivitas fisik, perubahan perilaku, Farmakoterapi dan Intervensi bedah.
Intervensi Diet.

Pengaturan makan merupakan tiang utama penanganan obesitas, oleh sebab itu perlu ditekankan pada penderita bahwa kosistensi pengaturan makan jangka panjang sangat menentukan keberhasilan pengobatan. Keberhasilan pengobatan dievaluasi minimal dalam jangka waktu 6 bulan.
Dua macam nutrisi medik yang efektif untuk menurunkan berat badan, yaitu Low Calorie balance Diets (LCD),Very Low Calorie Diets (VLCD), Low Calorie balance Diets (LCD).
Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi asupan lemak dan karbohidrat. Dapat diberikan 1200-1600 kkal/hari dengan protein 1 g/kg BB, lemak 20-25% dari kalori total dan sisa- nya karbohidrat.

Beberapa rekomendasi praktis dapat dilakukan untuk mencapai sasaran diet : makan setidaknya 5-7 porsi buah dan sayuran perhari. Makan 25-30 gram serat perhari (dari buah/sayur, roti gandum, sereal, pasta dan kacang-kacangan.
Untuk sumber karbohidrat hasil proses, pilihlah roti gandum.Minum sedikitnya 8 gelas sehari. Makan sedikitnya 2 porsi perhari hasil olahan susu rendah lemak. Pilih protein rendah lemak seperti ayam tanpa kulit, kalkun dan produk kedelai. Sebaiknya makan daging lebih sedikit. Makan ikan setidaknya 2 kali seminggu. Asupan garam maksimum 2.400 mg perhari.

Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik aktif berupa aktivitas yang rutin, merupakan bagian penting dari program penurunan berat badan. Olahraga juga dapat mengurangi rata-rata angka kesakitan dan kematian beberapa penyakit kronik. Dokter dapat menekan-kan urgensinya aktivitas fisik pada penderita, dan menyarankan untuk melakukan aktivitas fisik paling sedikit 150 menit perminggu. Latihan fisik saja sudah dapat menurunkan berat badan rata-rata 2-3 kg.
Perubahan perilaku merupakan usaha maksimal untuk menerapkan aspek non -parmakologis dalam pengelolaan penyakit. Perencanaan makan dan kegiatan jasmani merupakan aspek penting dalam terapi non-farmakologis.
Penderita agar menyadari untuk mengubah perilaku, karena keberhasilan penurunan berat badan ini sangat dipengaruhi oleh faktor dirinya sendiri, kedisiplinan mengikuti program diet serta kesinambungan pengobatan. Motivasi penderita sangat menentukan keberhasilan upaya penurunan berat badan.
Farmakoterapi.

Tiga mekanisme dapat digunakan untuk mengklasifikasi obat-obatan untuk terapi obesitas adalah terapi yang mengurangi asupan makanan, yang mengganggu metabolisme dengan cara mempengaruhi proses pra atau pascaabsorbsi. Terapi yang meningkatkan pengeluaran energi atau termogenesis.
Obat yang tersedia saat ini Orlistat : yang menghambat lipase pankreas (enzim yang dihasilkan kelenjar ludah perut) dan akan menyebabkan penurunan penyerapan lemak sampai 30%.

Efedrin dan kafein : meningkatkan pengeluaran energi, akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% selama beberapa jam. Pada uji klinis efedrin dan kafein menghasil kan penurunan berat badan lebih besar dibanding kelompok plasebo. Diperkirakan 25-
40% penurunan berat badan oleh karena termogenesis dan 60-75% karena pengurangan asupan makanan. Efek samping utama adalah peningkatan nadi dan perasaan berdebar-debar yang terjadi pada sejumlah penderita.

Sibutramin, menurunkan energy intake dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah penurunan berat badan. Pada penelitian ternyata terbukti sibutramin menurunkan asupan makanan dengan cara mempercepat timbulnya rasa kenyang dan mempertahankan penurunan pengeluaran energi setelah penurunan berat badan.
Intervensi Bedah.

Intervensi bedah untuk mengatasi masalah obesitas sebenarnya telah diterapkan sejak th.1960 dengan bedah pintas lambung. Hanya karena teknologi bedah saat itu masih terbatas, membuat operasi ini hampir selalu berujung pada kematian pasien.
Ada beberapa pilihan pembedahan seperti Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, Vertical Banded Gastroplasty, Roux-en-Y gastric bypass.
Laparoscopic Adjustable Gastric Binding, merupakan tindakan bedah generasi mutakhir untuk menangani penderita dengan obesitas yang berat, dimana hanya dengan membuat lubang/irisan kecil diperut (diameter 0,5-1,0 cm).

Dengan pita/plaster silikon yang dilekatkan seputar lambung bagian atas, sehingga terbentuk satu kantong kecil. Apabila penderita makan, kantong kecil tadi akan cepat penuh dan ini akan memberikan sensasi kenyang.
Pengosongan makanan dari kantong kecil tersebut akan secara pelan-pelan melalui ikatan yang dibuat dan penderita tidak akan merasa lapar sampai beberapa jam.
Dengan intervensi bedah ini, diharapkan dapat menurunkan berat badan dari 20 kg sampai lebih dari 100kg. (11)

Menyadari penyebab terjadinya masalah gizi karena adanya perubahan pola pangan dan gaya hidup maka disusun pedoman perilaku makan untuk bangsa Indonesia yang dikenal dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Disamping itu PUGS merupakan tindak lanjut dari Konferensi Gizi Internasional di Roma-Itali pada bulan Desember 1992. Hampir semua negara yang mengikuti konferensi tersebut menilai perlunya disusun Nutritional Guidelines atau Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang berguna untuk mencegah berbagai permasalahan gizi.
Kelahiran PUGS pada dasarnya merupakan suatu proses dinamisasi dan penjabaran secara operasional dari slogan empat sehat lima sempurna. Faktor-faktor yang diperhatikan sebagai dasar penyusunan PUGS adalah : a) Masalah gizi yang dihadapi, b) Keadaan sosial budaya, c) Penemuan-penemuan mutakhir dibidang gizi dan d) Slogan empat sehat lima sempurna (Rai, 1997).

PUGS memuat 13 pesan dasar tentang perilaku makan yang diharapkan akan dapat mencegah permasalahan gizi dan menghindari terjadinya penyakit lain yang menyertainya. Ke 13 pesan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Makanlah anekaragam makanan
Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi
Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi
Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi
Gunakan garam beryodium
Makanlah makanan sumber zat besi
Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 4 bulan
Biasakan makan pagi
Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya
Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur
Hindari minum minuman beralkohol
Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
Bacalah label pada makanan yang dikemas (Depkes, 1995).
Cukup banyaknya penelitian mengenai penyakit ini yang membuktikan bahwa kasus-kasus diabates yang tidak terdiagnosis, memiliki risiko lebih tinggi akan mengalami stroke, jantung koroner, dan penyempitan pembuluh darah perifer, dibandingkan dengan orang-orang non-diabetes. Kegemukan merupakan penumpukan jaringan lemak yang abnormal. Cara sederhana menentukan kegemukan adalah dengan menentukan indeks masa tubuh (IMT). IMT didapat dengan menghitung berat badan dalam kilogram kemudian dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter.
IMT = berat badan (Kg)/tinggi badan (M)2
IMT Klasifikasi
< 18,5 Kurus18,5 - 24,9 Normal25-29,9 Pre obese30-34,9 Obese I35-39,9 Obese IIĆ²40 Obese III Sebagai contoh, bila berat badan Anda 90 kg dengan tinggi 160 cm (1,6m), maka berdasarkan perhitungan diatas akan didapatkan IMT sebesar 35,16. Maka Anda akan digolongkan sebagai obese II.

Secara umum, IMT berkorelasi baik dengan kegemukan, meskipun pada keadaan tertentu dapat memberikan gambaran yang salah mengenai total lemak tubuh. Hal ini dapat dijumpai pada seorang atlet. Seorang atlet yang memiliki IMT tinggi bukanlah disebabkan oleh penumpukan lemah, tetapi oleh peningkatan masa jaringan otot. Hal ini dijumpai pada binaragawan, atlet angkat besi, dan pesumo Jepang. Pada pesumo, latihan fisik yang keras diimbangi dengan konsumsi makanan yang berkalori tinggi dalam jumlah banyak. Hal ini menyebabkan lemak dibuang dan otot dibentuk dengan takaran yang berlebihan sehingga yang terbentuk otot yang empuk merata ke seluruh tubuh, berbadan dengan binaragawan.

Faktor PengaruhKegemukan terjadi antara lain karena pengaruh faktor sosial budaya, emosi, serta genetik. Tetapi sebab yang sering ditemukan adalah perilaku makan yang tidak sehat, dimana konsumsi kalori lebih banyak daripada yang dibutuhkan tubuh. Kondisi begini biasanya dibarengi gaya hidup banyak duduk dan kurang bergerak. Pada orang-orang tertentu, ketidakmampuan dan ketidakpuasan terhadap sesuatu dilampiaskan dengan makan berlebihan sehingga terjadi obesitas. Penyakit tertentu juga dapat menyebabkan obesitas, misalnya sindrom cushing -- diakibatkan oleh aktivitas kelenjar adrenalin yang berlebihan.

Kematian yang tinggi pada kegemukan terutama disebabkan penyakit yang menyerang jantung dan pembuluh darah (kardiovascular). Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner. Kadar lemak yang tinggi dalam darah akan memudahkan terjadinya gumpalan-gumpalan lemak (thrombus) dalam pembuluh darah. Thrombus ini akan menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah di berbagai tempat. Selain membentuk gumpalan, akan terjadi juga perubahan pada pembuluh darah. Pembuluh darah jadi tebal dan kaku sehingga mudah tersumbat. Bila sumbatannya mengenai pembuluh darah jantung, akan terjadi penyakit jantung koroner. Sedangkan apabila sumbatannya mengenai pembuluh darah otak, akan menimbulkan stroke.

Pada orang gemuk, kebutuhan darah untuk mensuplai jaringan lemak juga meningkat sehingga kerja jantung akan meningkat pula. Volume darah meningkat karena berada dalam jaringan lemak yang banyak. Kedua hal tersebut akan menyebabkan naiknya tekanan darah. Berdasarkan penelitian, didapatkan kejadian tekanan darah tinggi (hipertensi) sepuluh kali lebih banyak pada orang gemuk dibandingkan dengan orang normal. Orang gemuk juga mudah terkena penyakit kencing manis. Tingginya kadar lemak (asam lemak bebas) dalam darah orang gemuk akan menghambat pengambilan gula (glukosa) oleh jaringan otot sehingga kadar gula dalam darah akan tinggi. Lama-kelamaan tubuh tidak bisa lagi mengatasi, maka akan timbullah kencing manis. Kematian akibat kencing manis hampir empat kali lebih tinggi pada orang gemuk dibanding orang normal.

Masalah KejiwaanSelain sejumlah penyakit yang telah disebutkan tadi, ada penyakit lain sering dijumpai pada orang gemuk. Batu empedu, misalnya banyak terjadi pada orang-orang gemuk. Hal ini mungkin berhubungan dengan kadar kolesterol yang tinggi. Kegemukan juga sering menimbulkan permasalahan selama kehamilan. Pada orang yang gemuk, akan timbul banyak lipatan-lipatan kulit dengan kelembaban tinggi sehingga mudah timbul jamur. Hampir semua organ tubuh akan terpengaruh kegemukan.
Selain menimbulkan penyakit, kegemukan juga menimbulkan masalah kejiwaan. Orang yang gemuk akan merasa minder dalam pergaulan sehari-hari. Apabila kegemukan terjadi pada masa anak-anak, besar kemungkinan akan tetap hingga dewasa. Kegemukan pada anak-anak, disamping menyebabkan pertambahan sel lemak juga menyebabkan pembesaran sel lemak. Sedangkan pada orang dewasa, yang terjadi hanya pembesaran sel lemak saja. Salah satu faktor penyebab terjadinya obesitas pada anak-anak adalah penggunaan susu formula sebagai pengganti ASI.

Melihat besarnya permasalahan yang ditimbulkan oleh kegemukan, perlu usaha-usaha untuk mencegah dan menanggulangi kegemukan. Usaha untuk membatasi kalori yang masuk ke dalam tubuh merupakan usaha yang penting dalam menurunkan berat badan sekaligus menurunkan risiko kegemukan. Mengurangi makan bagi orang yang sudah terbiasa makan banyak bukanlah hal yang mudah. Karena itu dalam diet sebaiknya dipilih makanan yang volumenya besar tapi kalorinya sedikit seperti sayur dan buah-buahan yang mengandung air.

Upaya diet perlu ditunjang dengan latihan atau olahraga yang teratur. Juga dapat dengan menggunakan obat-obat untuk mengurangi nafsu makan. Mengingat besarnya efek samping obat-obat penurun nafsu makan, hendaknya penggunaan obat-obat tersebut harus dengan persetujuan dokter. Pada kasus kegemukan tertentu diperlukan tindakan operasi untuk mengatasi misalnya dengan memotong usus atau lambung. Tetapi tindakan ini jarang dilakukan karena risikonya amat besar.

1 komentar:

Petung mengatakan...

visit me...

ARTIKEL TERKAIT


Kirim Komentar Anda Disini