Masalah Gizi di Indonesia
Atas dasar pemahaman ilmu gizi yang mendalam, kritis dan jelas serta disampaikan dalam bahasa yang teratur, maka WHO (1948) menyatakan bahwa ‘setiap orang memiliki hak untuk menikmati hidup dengan kesehatan yang cukup baik untuk diri dan keluarganya, termasuk cukup makanan yang bergizi dan aman’. Berdasarkan deklarasi tersebut, maka sejak tahun 1950 di Indonesia telah didirikan Lembaga Makanan Rakyat (LMR), dengan slogan yang sangat dikenal yaitu ‘empat sehat lima sempurna’. Namun dengan perkembangan ilmu gizi yang sangat pesat dan adanya pengalaman dan hasil penelitian di banyak daerah di Indonesia yang menunjukkan pembangunan gizi masih sangat jauh tertinggal dengan pembangunan ekonomi bidang fisik, maka pedoman gizi Indonesia ditinjau kembali dan berganti menjadi Pedoman Umum Gizi seimbang yang lebih ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan secara individu maupun masyarakat.
Program gizi, meliputi kegiatan pelayanan dan penyuluhan gizi-kesehatan, yang berjalan selama ini lebih bersifat ‘top down’ dan sentralis, dengan peranan pemerintah yang cukup dominan. Pesan-pesan gizi yang merupakan materi penyuluhan bersifat seragam, berlaku untuk semua daerah. Padahal Indonesia terdiri dari berbagai suku dan budaya yang berbeda pola makannya dan berbeda masalah yang dihadapinya. Beberapa pesan menjadi sulit untuk dapat diterima karena tidak sesuai dengan aspek sosio budaya dan keadaan setempat (Husaini, 2001).
Ada empat masalah gizi utama di Indonesia, yaitu anemia gizi besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA), Kurang Energi Protein (KEP) dan Gangguan akibat kurang Iodium (GAKI). Semua masalah gizi tersebut penanganannya terpadu dilakukan di Posyandu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar